Skip to content
Home » Manusia adalah Makhluk Politik

Manusia adalah Makhluk Politik

  • by

Archi.id – Manusia adalah makhluk politik merupakan ungkapan dari Aristoteles (384-322 SM).

Bagi Prof. DR. Abdul Mu’ti yang merupakan Sekum PP Muhammadiyah, ungkapan itu menegaskan bahwa berpolitik merupakan “fitrah”, tabiat, atau sifat dan perilaku alamiah manusia.

Jadi, wajar jika dalam setiap dinamika politik yang terjadi di DPR maupun istana, publik bereaksi, merespon dengan cara dan kemampuan masing-masing.

Justru menjadi aneh jika publik diam saja, tetap bergeming dan tidak memberikan reaksi apa pun. Terlebih dalam setiap kebijakan politik, implikasinya akan sangat terasa dalam kehidupan nyata.

Seperti kebijakan vaksin yang menjadi sarat dalam mobilitas masyarakat, pasti mengundang respon.

Di sini menjadi sangat aneh jika ada sosok yang punya kuasa kemudian alergi dengan pandangan yang berbeda. Ia seperti lupa bahwa semua manusia itu sama, yakni makhluk politik.

Jujur, Adil dan Kemajuan

Oleh karena itu politik harus dipahami sebagai wadah aktualisasi diri dari iman, intelektualitas dan tentu saja tabiat manusia itu sendiri, yang secara fitrah suka pada kejujuran, keadilan dan kemajuan.

Tiga nilai itu (kejujuran, keadilan dan kemajuan) merupakan perekat penting dalam kehidupan bersama.

Dengan kata lain, jika politisi justru mengingkari kebutuhan hidup bersama di atas, maka ia telah terjebak dan tenggelam dalam egoisme (kesendirian) yang berarti nuraninya mengalami kesepian, cacat, terpenjara dan tentu saja kehilangan eksistensi kemanusiaannya.

Oleh karena itu, semua pihak, terutama politisi mesti memahami dan komitmen bahwa politik itu adalah perihal pembagian kekuasaan dimana satu sama lain (legislatif dan eksekutif serta yudikatif) benar-benar tegak di atas koridor masing-masing.

Ketika itu terjadi, maka kejujuran dan keadilan telah berdiri dengan baik.

Seperti kata Frans Magnis Suseno bahwa keadilan adalah keadaan yang amat diperlukan oleh antar manusia sehingga semua menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing dengan baik. Buah dari itu semua ialah kemajuan.

Aktif dalam Politik

Dengan demikian, ketika ada seseorang memilih apolitik, ia telah kehilangan sebagian dari tabiat dasarnya, yakni makhluk politik.

Dan, bagaimana mungkin orang bisa apolitik, sedangkan ia hidup di dalam keluarga yang di sana ada kepala keluarga, kepala rumah tangga dan anak-anak. Dimana itu sejatinya adalah bentuk dari miniatur politik itu sendiri.

Kebijakan orangtua tidak selamanya diamini oleh anak-anak. Kedewasaan orangtua tidak semestinya menghalangi diri mampu mendengarkan aspirasi anak-anak.

Jadi, kembalikan tabiat diri kita sebagai makhluk politik. Sebab mau tidak mau, semua sisi kehidupan kita, mulai dari harga kuota internet sampai pada biaya pendidikan, bahkan boleh tidaknya bepergian, semuanya adalah buah dari proses-proses politik yang mewujud dalam kebijakan.

Semakin tajam tabiat politik terbangun dalam sistem kesadaran bangsa ini, semakin baik kontrol yang terbangun atas kekuasaan. Ketika itu terjadi, penguasa juga akan berhitung 1000 kali untuk membuat keputusan-keputusan politik yang tidak mengutamakan kepentingan rakyat.

Di sini Archi Research & Strategic hadir sebagai jembatan publik dan politisi untuk terus sadar dan mampu serta terampil di dalam berpolitik dengan peran dan fungsi masing-masing yang berorientasi pada kemajuan bangsa dan negara.[]

Penulis : Imam Nawawi peneliti ARCHI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *