Skip to content
Home » Inilah Sebab Buruknya Kinerja Seorang Pemimpin dari Partai Politik

Inilah Sebab Buruknya Kinerja Seorang Pemimpin dari Partai Politik

  • by

Archi.id – Bicara pemimpin tentu tidak lepas dari yang namanya jabatan. Dalam ruang politik arahnya jelas, yakni kekuasaan. Tetapi, mengapa hampir setiap pemimpin di dalam politik selalu gagal menampilkan kinerja yang baik?

Ada begitu banyak faktor yang dapat menjadi sebab itu semua terjadi. Namun beberapa di antaranya akan kita bahas di sini adalah faktor individu dan sistem kepartaian.

Secara individu, belum banyak informasi yang masuk ke ruang publik bahwa partai politik di dalam membangun kapasitas dan kapabilitas kader benar-benar menekankan pentingnya spiritual, intelektual dan moral.

Akibatnya, kader yang ditampilkan dalam pemilu untuk dipilih oleh rakyat, bukan saja tidak cakap secara kinerja, tetapi juga tidak emmadai secara spiritual, intelektual dan moral.

Akibatnya, pejabat yang seperti ini hanya menjadi ATM partai politik dan cenderug gagap dengan isu dan aspirasi publik.

Jabatan yang strategis tidak disadari lagi sebagai sarana beribadah dan berdeikasi bagi bangsa dan negara. Apalagi sempat berpikir mau jadi negarawan. Jauh sekali itu.

Belum lagi jika pejabat yang terpilih juga terjebak pada yang namanya konflik kepentingan.
Menurut Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) konflik kepentingan ialah situasi dimana seorang penyelenggara negara yang mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap penggunaan wewenang yang dimilikinya sehingga dapat memengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya.

Pengelolaan Konflik Kepentingan

Partai politik sebagai pilar demokrasi ternyata tidak berperan dengan sistem yang memadai secara ideal di dalam terwujudnya demokrasi yang sesungguhnya.

Hal ini ditandai dengan ketidaksiapan partai politik memandang ikhlas bahwa kader-kadernya yang duduk di parlemen dan eksekutif sebagai seutuhnya wakil rakyat.

Sebab secara fakta dan empiris, para kader yang duduk di Senayan sejatinya adalah sosok yang mengemban amanah rakyat, aspirasi rakyat dan harapan-harapan rakyat.

Idealnya partai politik mendata, apa saja harapan dan aspirasi rakyat pada setiap kader yang terpilih dari dapil masing-masing. Yang terjadi, justru sebaliknya. Bagaimana wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat, seutuhnya dapat digenggam dan dikendalikan oleh pengatur partai politik.

Jadi, ada konflik kepentingan yang dominan, dimana menurut COuncil of Europe (2000) konflik kepentingan adalah potensi yang jika tidak dikeloa secara transparan dan akuntabel akan mendorong pejabat publik mengambil keputusan yang tidak berdasar pada kepentingan publik.”

Di sinilah sejatinya keriuhan terus mewarnai media massa. Inilah akar mendasar mengapa para pemimpin dan wakil rakyat gagal bekerja maksimal untuk membangun kesejahteraan rakyat.

Akibatnya, politik yang sejatinya arena perjuangan melahirkan kebaikan bagi rakyat, justru dipandang sebagai wahana yang menyediakan kesempatan luas bagi seseorang memperkaya diri.

Bangun Kembali Sistem Partai

Sistem partai penting kembali dibangun berdasarkan paradigma demokrasi itu sendiri. Yakni setiap kader yang dipilih oleh rakyat, mengemban amanah rakyat, partai politik harus mendukung dan mendorong agar kader itu benar-benar maksimal bekerja mewujudkan aspirai rakyat.

Hal ini tidak lain karena partai politik sangat strategis di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan sistem partai ini.

Bagaimana tidak, setiap pengisian jabatan penting dalam struktur ketatanegaraan harus melalui partai politik, sehingga kualitas dari penyelenggara negara sangat banyak dipengaruhi bahkan ditentukan oleh peran partai politik.

Jika sistem partai politik di dalam kinerjanya masih menggunakan paradigma lama, meminjam istilah Wakil Ketua Umum Parta Gelora, Fahri Hamzah, kader-kader partai menjadi ternak-ternak partai politik untuk mendulang Rupiah melalui jabatan-jabatan, maka selamanya Indonesia akan terus mengalami kebocoran serius di dalam segala sisi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Apabila hal ini dapat diwujudkan, maka partai politik akan mampu berperan secara optimal dan maksimal di dalam membangun bangsa dan negara, termasuk di dalamnya kala harus menjadi pengatur konflik di tengah-tengah publik.

Tetapi, sejauh partai politik masih terjebak pada konflik kepentingan, sehingga mengutamakan keinginan-keinginan pragmatis sehingga lupa tentang fungsi strategisnya yang dapat mensejahterakan rakyat, maka selama itu demokrasi di Indonesia akan terus riuh, gaduh dan suatu saat jika terus seperti ini, bukan tidak mungkin akan runtuh.

Sebab apalagi yang bisa diharapkan dari para pemimpin atau pejabat jebolan partai politik jika mereka ternyata bukanlah orang yang memang didesain oleh partai politik untuk menjadi negarawan sejati. Di sinilah partai politik harus benar-benar sadar, mengubah paradigmanya dan menyusun kembali sistem yang memadai untuk hadirkan demokrasi bermutu guna lahirnya pemimpin yang mampu bekerja seutuhnya dan sepenuhnya bagi kepentingan rakyat.[]

Penulis : Imam Nawawi (Peniliti Archi.id)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *