Archi.id – Pemilu 2019 sebenarnya tampilkan hal baru dari sisi umur anggota legislatif di DPR RI, yakni hadirnya 10 anggota yang usianya di bawah 30 tahun.
Artinya aspirasi kaum milenial, generasi Z dan babby boomer ada salurannya, yakni kepada anggota DPR RI yang masih muda itu.
Tetapi, kala dicek di internet, apakah ada wajah dan statement mereka yang mengarah pada pembangunan generasi muda?
Bahkan di media massa, online maupun elektronik, sangat jarang wajah legislator muda itu tampil. Sebagian besar yang masih jadi “andalan” media selalu yang senior atau di atas 40 tahun.
Pertanyaannya apakah usia muda tidak didukung latar belakang pendidikan yang memadai?
Faktanya tidak. Ambil saja Arkanata Akram, ia memiliki gelar ST, B.E (Hons) MEng.Sc.
Kemudian kita lihat Puteri Anetta Komaruddin yang kini duduk di Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar. Ia meraih gelar B.Com (Bachelor of Commerce) dari Universitas Sydney, Australia.
Artinya mereka mumpuni dari sisi pendidikan. Pertanyaannya kenapa belum tampil ke ruang-ruang dimana publik butuh dukungan dan perhatian dari para wakil rakyat itu?
Pikiran dan Mental
Meminjam istilah dari Rocky Gerung, kondisi itu menunjukkan bahwa partai politik kekurangan oksigen pikiran, sehingga peran penting kader muda masih dibingkai dalam kotak senior dan junior.
Secara jam terbang, jelas politisi muda tidak memiliki angka yang memadai. Tetapi, sangat tidak kondusif ke depan, jika kader muda yang punya pendidikan tinggi justru kehilangan nyali dan mental untuk peduli dan berbakti kepada negeri ini.
Walau pun kata Rocky, orang punya ijazah atau gelar sejatinya lebih bukti seseorang pernah sekolah. Bukan bukti kuat seseorang pernah berpikir.
Namun jika mengacu teori bahwa pemimpin dihadirkan, maka tugas partai politik dengan regulasi yang ada lebih ramah kepada kader muda, sehingga pikiran-pikiran yang masih ada bara idealismenya dapat dikemukakan ke ruang-ruang dimana mereka harus bekerja sebagai wakil rakyat.
Sekalipun masih ada satu ruang yang harus diperiksa lebih dalam, apakah legislator muda di periode 2019 – 2024 itu benar-benar sosok yang berkarir secara politik atau mereka didukung oleh keadaan yang bisa dikatakan wajar. Misalnya mereka adalah anak pejabat atau mantan pejabat.
Jika itu yang terjadi, maka sebenarnya partai politik dalam hal ini belum bisa dikatakan berhasil melahirkan kader politisi muda yang memadai. Sebab mereka bukan murni hasil didikan partai politik itu sendiri.
Jadi, tidak bisa memang dituntut lebih jauh suara dan eksistensi politisi muda yang kini di DPR RI kala mereka adalah sosok yang memang masuk Senayan bukan karena perjuangan dirinya sendiri, tetapi lebih karena dukungan dan dorongan pihak eksternal, entah itu keluarga hingga permodalan.
Visi Pemimpin Partai
Menjawab itu semua ruang paling efektif untuk mewujudkannya ialah melalui visi pemimpin partai politik itu sendiri.
Harus diakui, realitas politik belakangan memang membutuhkan modal berupa pendanaan yang tidak sedikit. Tetapi, pemimpin partai yang punya visi pasti akan memiliki narasi dan aksi.
Dengan kata lain partai politik yang semestinya didukung oleh rakyat adalah yang ramah terhadap pemuda, yakni yang memiliki sistem rekrutmen terbuka terhadap kader muda bangsa yang peduli, cakap, berani dan memiliki mental untuk memperjuangkan nasib rakyat, sehingga anak-anak muda yang ingin memperbaiki bangsa dan negara ini tahu kemana mereka harus melangkah dalam bidang politik.
Harapannya pada Pemilu 2024, komposisi partai politik di DPR tidak sekedar mampu mengantarkan anak muda duduk di Senayan, lebih jauh mampu mengubah wajah DPR RI yang belakangan tampak seakan-akan miskin narasi, aksi dan kepedulian terhadap nasib rakyat.
Dalam bahasa yang lain, di DPR saat ini bisa dikatakan tidak ada bara idealisme, tidak ada kobaran perjuangan dan penentangan terhadap ketidakadilan dan penyimpangan yang dilakukan pemerintah.
Mengubah wajah DPR yang demikian selain dari sisi regulasi, juga butuh visi pemimpin partai politik, karena semua anggota DPR seutuhnya di bawah kendali pemimpin partai politik.
Ketika pemimpin partai politik kehilangan visi, maka Anggota DPR benar-benar hanya akan jadi paduan suara. Bukan pejuang suara (aspirasi) rakyat.
Dan, jika ini terjadi (Anggota DPR banyak diisi usia tidak muda dan tidak punya bara idealisme) sama saja kita telah mengubur inspirasi dari Proklamator RI, yakni Presiden Soekarno, bahwa beri aku 10 pemuda akan aku guncang dunia.[]
Penulis : Imam Nawawi